Langsung ke konten utama

Menjelang Hari-H

Halo! Udah lama banget rasanya gue nggak curhat di sini. Btw, sekarang gue lagi berada di tengah-tengah simulasi UTBK dan dari 4 mata pelajaran yang ada, gue masih punya 2 pelajaran yang harus dikerjain. Tapi karena kepala gue lagi nggak bisa diajak konsentrasi buat mikir dan fokus ke soal, jadi gue nulis di sini aja. 

UTBK tinggal menghitung hari. Pasti banyak banget orang di luar sana yang udah belajar mati-matian demi lulus SBMPTN. Gue akui, melihat dari ketatnya persaingan, lulus SBMPTN tuh emang bukan hal yang gampang tapi masih mungkin buat terwujud. Ya...selama kita yakin sama Allah swt, apa sih yang nggak? Karena selain usaha belajar, usaha lewat jalur langit juga perlu banget. 

Menjadi anak gapyear yang masa depannya belum pasti emang benar-benar bikin gue nggak tenang. Gimana nggak? Gue udah belajar semampu gue, gue udah berusaha sekuat tenaga, dan berusaha isiqamah dalam berdoa, masih belum tentu apakah gue akan lolos SBMPTN atau nggak. Meskipun kalau hati gue disuruh jujur, gue pasti sangat menginginkan untuk lolos SBMPTN dan keterima di kampus yang gue impikan. Tapi balik lagi, gue adalah manusia biasa yang bisanya cuma berencana dan berusaha sebaik mungkin, dan nggak punya kendali untuk menentukan sebuah hasil. Mau gue udah belajar sampe malam suntuk, kurang makan, sakit berkali-kali karena kecapean belajar, gue masih nggak tau hasilnya nanti bakalan kayak apaan. Ibaratnya, mau lo udah usaha sampe 'jungkir balik', kalau Allah bilang itu bukan yang terbaik, Dia pasti bakalan kasih yang lebih baik meskipun menurut kita nggak ada baiknya di awal. 

Kenapa gue selipin kata 'awal'? Karena kita tuh sadarnya nanti, nggak yang sini dapat hasil dan dikasih gantinya, terus langsung bisa nerima itu dengan 100% keikhlasan tanpa ada rasa kecewa. Bohong banget kalau lo gagal setelah berusaha mati-matian, terus lo bilang kalau lo ikhlas banget nerima semua itu. Ya... gue sih nggak tau apakah di luar sana ada orang yang kadar kesabarannya sebesar itu atau nggak. Yang jelas, kalau gue pribadi, nggak akan bisa mengikhlaskan hal yang nggak sesuai rencana secara 100%.  Karena gue sadar, ada banyak kekecewaan yang menyelimuti hati gue untuk beberapa waktu dan mungkin itu akan berdampak pada mental gue. 

Gue seringkali menilai diri ini bego dan nggak kompeten hanya karena usaha gue nggak membuahkan hasil yang maksimal versi orang lain. Nggak jarang juga, gue ngerasa diri ini nggak berusaha hanya karena cara gue dalam mengusahakan sesuatu itu nggak sama dengan cara orang lain. Misal, orang-orang di luar sana belajar UTBK mati-matian, bahkan sehari bisa 8 jam dia duduk di depan meja belajar, pacaran sama buku latihan soal, dan kena tifus karena kecapekan. Terus gue ngaca sambil bilang gini; "San, orang lain belajarnya 8 jam sehari. Lah lo? Boro-boro segitu, 30 menit aja udah berasa lama banget buat lo, apalagi 8 jam? Yakin lo udah usaha? Orang lain tuh effortnya besar loh, nggak kecil kayak lo."

I know it wicked, tapi itulah yang selalu gue lakukan pada diri gue setiap kali melihat usaha orang yang JAUH banget dari gue. Ibaratnya, mereka udah sprint, gue masih jogging. Se-kebanting itu. 

Beberapa waktu lalu, gue sempat menonaktifkan instagram karena gue rasa itu perlu. Gimana ya...gue tuh ngerasa semakin tertinggal ketika setiap kali ngeliat pencapaian orang. Iri sih nggak, karena gue yakin gue bisa mendapatkan yang lebih. Tapi gue ngerasa ketinggalan. Kalau kata BTS di lagi Zero O'clock sih, "Dan semua orang, kecuali dirimu, terlihat sibuk dengan keras menjalani hidup mereka. Meski sepertinya aku sudah tertinggal sangat jauh, seisi dunia ini begitu mengganggu." Gue nggak tau apakah kalian yang baca tulisan ini bisa nangkep maksud gue atau nggak. Tapi intinya, ketika gue berselancar di media sosial, gue akan ngata-ngatain diri sendiri sebagai the only person who doesn't know about what should I do.

Kebanyakan isi dari beranda atau pencarian gue di instagram adalah kata-kata motivasi dari akun-akun yang pada awalnya gue pikir akan menularkan kebijakan mereka dalam berpikir ke kepala gue. Ternyata, semakin banyak gue membaca kutipan-kutipan motivasi, semakin lama gue scrolling instagram sampai nggak tau lagi apa yang harus gue liat, gue semakin sadar bahwa cara setiap orang untuk healing theirself itu beda-beda. Definisi sukses setiap orang beda-beda. Jalan yang mereka lalui beda-beda. Dan pasti, pelajaran yang mereka dapat beda juga. Saat itulah gue berpikir dan nanya ke diri sendiri, "San, lo ngapain buang waktu untuk sekadar nyari referensi soal penyelesaian masalah hidup sementara jalan setiap orang itu beda-beda?"

Selama menjadi anak gapyear yang masa depannya masih belum pasti, gue menghabiskan banyak waktu gue untuk melakukan hal-hal yang gue rasa perlu untuk dilakukan, belajar salah satunya. Well, gue beranggapan bahwa belajar itu menyenangkan, bahkan gue sangat suka ujian, gue sangat suka pada situasi yang mengharuskan gue untuk fokus dan 100% mengandalkan diri sendiri untuk mendapatkan sebuah hasil. Meskipun gue suka belajar, bukan berarti gue pintar dan punya progres nilai yang baik selama masa persiapan UTBK ini. Dari awal gue nyobain Try Out UTBK, skor gue tuh nggak jauh dari kisaran 300 sampai 400an. Sekalinya dikasih 500 senangnya minta ampun. Mungkin bagi sebagian orang, skor 500 atau 400 itu nggak ada apa-apanya, malah sangat jauh dari kata layak untuk dibilang skor. Tapi bagi gue, perkembangan skor yang meskipun nggak besar tapi ada progresnya, itu sangat berarti. Ini bukan menandakan gue puas dengan hasil yang gue dapat ya, karena gue juga seorang manusia yang selalu punya rasa nggak puas. Lebih tepatnya, dengan mendapatkan angka skor mencapai 500 itu, gue merasa harus mensyukuri apa yang udah Tuhan kasih. Karena bagaimanapun juga, gue bisa sampai ke titik itu karena ridha-Nya. Dengan skor yang kata orang receh itu, gue merasa bersyukur karena waktu, tenaga, dan juga pikiran yang udah gue korbankan untuk persiapan ini tuh membuahkan hasil.

Selama jadi anak gapyear ini pun, gue merasakan betapa nikmatnya proses gue dari awal yang nggak ngerti apapun, sampai akhirnya mengalami peningkatan, bisa sampai paham betul sama apa yang bakalan gue hadapi saat ujian nanti. Gue juga belajar buat pasrah. Dulu, gue sempat menganggap bahwa pasrah adalah kesamaan dari menyerah. Padahal maknanya nggak gitu. Arti pasrah bagi gue sekarang adalah menyerahkan hasil dari perjuangan gue kepada Yang Maha Mengetahui. Gue juga belajar untuk nggak maksa Allah buat mewujudkan impian gue untuk masuk Antropologi UNPAD, karena gue yakin, apapun hasil yang gue terima, itu pasti yang terbaik. Gue juga belajar, bahwa berdoa ke Dia itu bukan cuma perkara meminta, tapi percaya sepenuh hati akan jawaban-Nya, apapun itu. 

Sampai detik ini, gue selalu minta agar Allah mau memberikan gue keikhlasan untuk menerima segala yang telah Dia gariskan untuk gue. Gue juga sedang berusaha meyakinkan diri, bahwa rencana-Nya itu jauh lebih indah dari apa yang gue impikan. Terdengar klise dan agak sok bijak, tapi serius deh, gue benar-benar merasakan dampaknya dari proses mengimani kekuasaan-Nya. Hati gue jadi nggak gundah lagi kayak dulu, pas awal-awal belajar buat UTBK, di mana ambisi gue buat masuk kampus impian tuh malah jadi topeng untuk melakukan sebuah amalan yang nggak biasa gue lakukan. Gue nggak mau, hanya karena ambisi gue untuk masuk ke kampus itu, gue malah menjadikan ibadah sebagai sebuah pengantar yang pada akhirnya akan gue tinggalkan ketika gue udah mendapatkan apa yang gue mau. Sumpah, gue ogah banget kayak gitu. Gue ingin beribadah bukan karena gue lagi punya keinginan doang, gue pingin ibadah (sunnah) karena gue mau dan gue butuh. Dan rasa butuh gue terhadap Pencipta nggak akan pernah hilang sampai kapanpun, karena Dia adalah Pencipta gue, yang udah ngasih seorang cewek bernama Annisa Sausan Shalvana kehidupan yang baik dan dipenuhi orang-orang yang gue sayang. 

Meskipun beberapa orang menyarankan gue untuk melakukan ibadah-ibadah supaya impian gue itu terwujud, gue nggak lantas ngerjain itu hanya supaya tahun ini ambisi gue terpenuhi dengan hasil yang sesuai harapan. Gue juga jadi punya pandangan baru dalam beribadah. Yang asalnya gue ngerjain shalat 5 waktu karena gue ngerasa wajib (dan kebetulan taunya itu doang), sekarang gue ngerjain semua itu karena gue ngerasa butuh. Dan seperti yang gue bilang, sampai kapanpun, mau sampai zaman ini berakhir, mau sampai nyawa gue diambil dan raga gue terkubur di liang lahat, gue akan selalu membutuhkan-Nya. Sampai kapanpun itu. 

Hari ini adalah H-4 UTBK, dan gue sangat bersyukur karena hati gue terasa tenang, adem-ayem macem angin di sawah. Alhamdulillah, gue nggak ngerasa takut dengan apapun hasilnya nanti. Ya...walaupun gue juga nggak tau, apakah nanti di hari kemudian akan ada hal yang membuat gue semakin merasa berat untuk menerima hasilnya atau nggak, who knows? 

So, my point is, selama lo udah berusaha, selama lo udah merasa melakukan yang terbaik, apresiasilah diri lo. Jangan contoh keburukan gue yang selalu ngata-ngatain diri ini 'nggak berusaha' hanya karena cara gue berusaha nggak sama dengan orang lain. Gue harap, siapapun orang yang baca tulisan ini, yang lagi berjuang untuk masa depannya, semoga kalian nggak menyimpan sedikitpun keraguan atas kuasa-Nya. You know that God has power over all things, no matter what is it, He knows about what is better for you and what he thinks not. You don't have to feel lonely as long your way to reach your dream, because He will always guide you, He will always catch you if you down, He will always listen whatever you said. He will be the only one who understands you more than anybody in the world


 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa harus seberisik ini?

Hai! Ya ampun, gue harus tiup debu dulu deh di sini💨 Udah berapa lama gue membiarkan blog ini terbengkalai dan nyaris angker saking seringnya gue tinggalin? Tapi ya udah lah ya, yang penting sekarang gue nulis lagi di sini walaupun isi tulisannya nggak jauh dari curhat.  Btw, curhatan gue sekarang mengingatkan gue pada lagu 00.00 O'clock-nya BTS. Dari awal dengerin pas masa-masa persiapan UTBK, lagu itu masih relate banget sama gue sampai sekarang.  Oke skip! Akhir-akhir ini, gue ngerasa senang banget dengan dunia perkuliahan yang gue jalani. Setelah mulai offline  sejak tanggal 5 lalu, gue jadi ngerasa hari-hari gue tuh produktif banget. Dengan jadwal kuliah dari hari senin sampai sabtu (jum'at kosong), gue jadi bisa memaksimalkan waktu yang gue punya untuk mengerjakan ini dan itu. Ditambah lagi gue punya tanggung jawab lain di organisasi luar yang walaupun nggak sibuk-sibuk amat, tapi setidaknya gue jadi bisa memakai waktu selama enam hari penuh di setiap minggunya unt...

PKL

Jika gue bisa memilih untuk hidup jadi orang kaya atau sederhana, gue pasti akan milih untuk terlahir di keluarga kaya raya. Karena dengan begitu, uang di rekening gue bisa terisi setiap bulan berkat ditransferin ortu. Dan yang pasti, gue nggak perlu merasa khawatir bakalan kena masa galau gara-gara dompet kosong berisi struk pembayaran. Gue juga bisa minta apa aja ke orangtua supaya mereka mau nurutin apapun yang gue mau, termasuk buat belajar ke luar negeri.  Kalau gue dikasih hidup sebagai orang yang bergelimang harta, nggak lain dan nggak bukan, udah pasti uang itu gue pakai untuk sekolah. Entah itu belajar bahasa di masing-masing negara yang bahasanya ingin gue pelajari, mengikuti berbagai kegiatan pertukaran pemuda ke negara lainnya, atau sekadar jalan-jalan buat menuhin paspor dengan Visa Schengen. Ya intinya, gue mau supaya kelebihan materi itu bisa gue manfaatkan untuk meningkatkan kualitas diri gue sebagai perempuan. Setelah gue selesai membekali diri dengan kualitas dan ...

Dear, Me

San, tulisan ini sengaja dibuat sebagai pengingat untuk diri kamu. Diri kamu yang selalu dikurung oleh rasa takut. Meski begitu, aku tetap salut karena diri kamu selalu yakin sama pilihan kamu, segila apapun itu. Diri kamu nggak pernah mau nyerah sama keadaan. Dan yang lebih penting, diri kamu selalu percaya dengan maksud baik Tuhan dari segala hal pahit yang terjadi.  Sekarang, mungkin kamu masih belum menemukan titik terang tentang ke mana kamu akan membawa diri dan masa depan. Kamu masih nggak tau, harus milih jalan A atau B. Kamu masih bingung untuk lanjut di jalan yang sekarang lagi kamu jalanin atau pindah ke jalan baru yang lagi kamu usahakan. Semua itu emang nggak mudah, tapi aku tau kamu udah berusaha. Urusan hasilnya ... biar Tuhan aja yang tentuin. Dia lebih tau mana yang terbaik buat kamu.  San, aku tau kalau ketakutan terbesar kamu adalah tidak menjadi apa-apa di masa depan. Bahkan mungkin ketakutan itu semakin menjadi-jadi sekarang, ketika apa yang kamu jalani ng...