Langsung ke konten utama

Rencana Setelah Lulus

Setelah menerima surat kelulusan dari sekolah, gue belum resmi jadi alumni karena ijazah SMK belum gue pegang. Lama banget cuy nunggu ijazah kelar. Btw, gue udah lama banget ya nggak nulis di sini? Terlalu fokus ngurusin hidup, sih. 

Well, sekarang ini kegiatan gue sangat repatitif dan nyaris membosankan. Beberapa bulan lalu gue ikut seleksi masuk perguruan tinggi dan hasilnya nihil, gue nggak lulus di satu pun PTN yang gue daftar. Kalau pas SNMPTN nggak lulus, gue nggak begitu kaget, karena emang udah yakin kalau pake jalur rapot untuk masuk ke jurusan yang jomplang dengan latar belakang pendidikan gue pasti bakalan gagal. Nggak sampai di situ, gue juga mutusin buat coba ikut seleksi masuk perguruan tinggi pariwisata dan mendapatkan hasil yang mengecewakan pada awalnya. Seleksi tahap 1 gue lulus, tahap 2 nya nggak. Kenapa gue bilang 'mengecewakan pada awalnya'? itu karena sekarang gue ngerasa bersyukur nggak keterima di sana. Kebayang banget kalau sekolah gue jauh dari rumah, otomatis gue kudu tinggal di rumah kakek dan jujur gue benar-benar ogah banget menetap di sana untuk kedua kalinya. Bukan karena gue anak mamih yang selalu nempel di bawah ketek emak, bukan juga karena gue gampang homesick, melainkan karena gue nggak bisa tinggal sama orang yang nggak dekat. Lebih baik gue tinggal sendiri daripada kudu tinggal sama orang asing, makanya ada untungnya juga gue nggak keterima di kampus itu. 

Gagal 2x ternyata sempat berdampak buruk buat kesehatan mental gue. Gue jadi lebih gampang merendahkan diri sendiri dan ngecap diri ini nggak berguna/ nggak bisa bersaing hanya karena ditolak sama 2 PTN. Padahal kalau dipikir-pikir lagi, nggak ada salahnya gue gagal, nggak ada ruginya gue mencoba. Meskipun duit gue totos buat dipake biaya seleksi yang mahal banget, tapi gue bersyukur karena udah nyoba. Ya setidaknya gue nggak menyesal dan nggak penasaran. Mencoba itu penting, guys. 

Lalu, apa rencana gue setelah gagal ini? Gue juga nggak tau. Apakah gue bakalan daftar PTS atau nyoba tahun depan, gue belum bisa mengambil keputusan dengan bulat karena masih bingung. Rencana gue ini terlalu besar dan sangat nggak mudah untuk diwujudkan oleh orang yang punya nilai pas-pasan macem gue. Prestasi akademik gue di sekolah sama sekali nggak ada apa-apanya dengan saingan gue yang lain. 

Terus, gue ngapain aja selama ini sampai bisa kalah saing? Malas-malasan? 

Oh nggak! Jelas nggak. Selama masih menyandang status sebagai pelajar gue nggak pernah absen buat belajar kok, kecuali belajar mtk ya:v Jujur, selama sekolah gue selalu menyempatkan diri untuk baca setidaknya 1 atau 2 halaman buku, dan mengulang pelajaran yang hari itu dipelajari. Emang sih hasilnya nggak meningkat pesat, jadi ranking 1 atau masuk 5 besar, tapi hati gue ngerasa cukup karena udah berusaha. Meskipun nggak puas-puas amat sih.

Gue mau cerita tentang hal-hal menyebalkan yang gue alami selama masa-masa penerimaan PTN. Pas masih jamannya SNMPTN, gue kan nggak lulus tuh, dan gue nggak kaget sama hasilnya. Perasaan gue masih bisa dikontrol sampai paman gue nanya; "Kenapa nggak lulus?"

Wow!

Gue sendiri aja nggak tahu kenapa bisa kagak lulus, lah ini malah nanya. 

Terus, setelah gagal di jalur rapot, gue sempat berpikir buat ikut UTBK mengambil jurusan yang sama sekali nggak ada nyambung-nyambungnya dengan jurusan yang gue ambil di SMK, dan akhirnya nggak jadi ikut tes. Gue mau ambil jurusan administrasi bisnis dan hubungan internasional. Gue pribadi merasa bahwa pilihan gue ini tepat meskipun gue harus belajar dari nol lagi. Tapi respon yang gue dapat dari keluarga gue nggak begitu baik. Mereka mempermasalahkan soal waktu yang udah gue korbanin untuk belajar pariwisata di SMK selama 3 tahun, dan bilang bahwa apa yang gue lakuin selama ini tuh percuma. Katanya, gue sia-sia sekolah pariwisata tapi malah milih jurusan yang nggak nyambung. Ini hal yang sama sekali nggak bisa gue pahami, apalagi bisa gue terima. Sejak kapan kegiatan menuntut ilmu itu ada kata percuma? Selama 3 tahun gue belajar pariwisata, 6 bulan gue praktekin apa yang gue pelajari di industri, gue sama sekali nggak merasa 'sayang' dengan ilmu-ilmu yang udah gue dapetin hanya karena ilmu yang ingin gue tekuni di universitas beda dengan major asal gue. Justru gue bersyukur, dengan gue belajar ilmu-ilmu itu gue jadi lebih paham tentang seluk beluk dunia yang menjadi kesukaan gue, jalan-jalan. Gue juga bersyukur karena selama belajar pariwisata gue akhirnya bisa paham kenapa jasa-jasa orang itu begitu berharga untuk dihargai juga. Gue jadi paham gimana caranya bersikap ke orang lain dan belajar untuk tidak merendahkan sesama hanya karena melihat pekerjaannya. Karena jujur, selama 6 bulan gue nyemplung, gue bertemu banyak orang dengan beragam sikap. Ada yang sopan ada juga yang nggak, ada yang hobinya menganggap rendah orang lain, dan sebaginya. Dan selama itu juga gue belajar caranya hidup. Karena selama serumah dengan ortu, gue nggak mikirin apapun. Gue bergantung pada pilihan mereka dan gue tinggal manggut-manggut aja. Tapi saat gue menempuh keseharian selama 6 bulan, gue merasakan perubahan drastis yang semakin mendewasakan diri gue sendiri. Cara pandang gue jadi nggak sempit, toleransi gue lebih tinggi, wawasan jadi lebih luas, berteman dengan lebih banyak orang, dan yang pasti mental gue jadi JAUH lebih kuat dari sebelumnya.

Selesai dengan cerita PKL, lanjut ke rencana setelah lulus.

Tau sendiri kan, lagi pandemi kayak gini nyari kerja di mana-mana susah. Banyak banget perusahaan yang akhirnya harus gulung tikar karena merugi. Sekalinya ada perusahaan yang bertahan, mereka nggak buka lowongan. Giliran ada yang buka lowongan, malah perusahaan bodong yang nggak jelas tektekbengeknya. 

Sempet ngerasa stres karena di rumah mulu. Kerjaannya cuma rebahan, dan nonton film, paling banter juga nulis cerita meskipun sering telat publish. Akibat kegabutan itu, akhirnya gue mikir bahwa selama di rumah aja gue harus melakukan hal-hal produktif. Jadi gue memilih untuk menambah isi kepala dengan cara baca buku, udah berapa buku yang tamat dan karena gue jadi kecanduan baca buku sampe lupa waktu. Nyaris 2 minggu sekali gue ke gramed buat belanja buku,dan akhirnya gue sadar, baca buku mulu tapi kagak ngelakuin kerjaan lain juga ternyata sama-sama bikin jenuh.

Orang tua gue yang merhatiin betapa gabutnya diri ini, nyuruh gue untuk jualan. Online sih, tapi gue ogah. Jujur, kalau disuruh dagang tuh gue paling ogah. Bukan karena malu tapi karena gue benar-benar nggak suka dengan kegiatan dagang. Dari dulu, jaman-jaman SMK, mata pelajaran Kewirausahaan menjadi mapel termales kedua setelah Matematika. Gue sama sekali nggak punya minat dalam bidang ini. Meskipun usaha gue sekarang hasilnya terbilang lumayan, tapi gue nggak merasa terpacu untuk dagang lagi. Ada yang order gue biasa aja, ada yang nggak beli juga gue tetap biasa aja. Emang ya, kalau udah nggak niat tuh begini. 

Seringkali gue ditanyain sama keluarga perihal kabar usaha gue ini. Ya gue bilang aja; "Yang pasarin barang itu Mama, bukan aku." dan seperti yang sudah diperkirakan, tanggapan mereka kayak yang; "Yaelah, kok malah Mamanya yang jualin?" Tapi gue memilih untuk nggak ngewaro karena terlalu ribet kalau beradu argumen sama orang-orang yang bisanya hanya menilai. 

Apakah gue lantas muak dengan reaksi sekitar? Jelas, sangat. Gue nggak habis pikir sama orang-orang yang bisa-bisanya berekspektasi ke orang yang nggak dekat. Dan lebih parahnya lagi, setelah mereka menaruh ekpektasi setinggi langit ke satu orang, mereka dengan mudahnya merasa kecewa dengan pencapaian yang katanya 'nggak sesuai target.' Apa karakter nyebelin ini tumbuh di diri manusia tahun ini? Heran gue.

Bersikap bodo amat dengan omongan orang itu emang harus, tapi entah kenapa kerasa susah. Karena seperti yang kita tau, mulut orang-orang terlalu sering berkicau, dan otaknya terlalu hobi diajak berekspektasi. 

Di paragraf terakhir ini, gue nggak ngasih kesimpulan dari tulisan kali ini apaan. Karena gue juga bingung intinya apa. Setelah berbulan-bulan blog ini ditinggalin, akhirnya gue kembali dengan curhatan receh gue sebagai anak gap year-an.  Yaudahlah, segitu aja. Maaf kalau nggak penting, karena tulisan gue emang kadang nggak penting. 

sekian:)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kenapa harus seberisik ini?

Hai! Ya ampun, gue harus tiup debu dulu deh di sini💨 Udah berapa lama gue membiarkan blog ini terbengkalai dan nyaris angker saking seringnya gue tinggalin? Tapi ya udah lah ya, yang penting sekarang gue nulis lagi di sini walaupun isi tulisannya nggak jauh dari curhat.  Btw, curhatan gue sekarang mengingatkan gue pada lagu 00.00 O'clock-nya BTS. Dari awal dengerin pas masa-masa persiapan UTBK, lagu itu masih relate banget sama gue sampai sekarang.  Oke skip! Akhir-akhir ini, gue ngerasa senang banget dengan dunia perkuliahan yang gue jalani. Setelah mulai offline  sejak tanggal 5 lalu, gue jadi ngerasa hari-hari gue tuh produktif banget. Dengan jadwal kuliah dari hari senin sampai sabtu (jum'at kosong), gue jadi bisa memaksimalkan waktu yang gue punya untuk mengerjakan ini dan itu. Ditambah lagi gue punya tanggung jawab lain di organisasi luar yang walaupun nggak sibuk-sibuk amat, tapi setidaknya gue jadi bisa memakai waktu selama enam hari penuh di setiap minggunya unt...

PKL

Jika gue bisa memilih untuk hidup jadi orang kaya atau sederhana, gue pasti akan milih untuk terlahir di keluarga kaya raya. Karena dengan begitu, uang di rekening gue bisa terisi setiap bulan berkat ditransferin ortu. Dan yang pasti, gue nggak perlu merasa khawatir bakalan kena masa galau gara-gara dompet kosong berisi struk pembayaran. Gue juga bisa minta apa aja ke orangtua supaya mereka mau nurutin apapun yang gue mau, termasuk buat belajar ke luar negeri.  Kalau gue dikasih hidup sebagai orang yang bergelimang harta, nggak lain dan nggak bukan, udah pasti uang itu gue pakai untuk sekolah. Entah itu belajar bahasa di masing-masing negara yang bahasanya ingin gue pelajari, mengikuti berbagai kegiatan pertukaran pemuda ke negara lainnya, atau sekadar jalan-jalan buat menuhin paspor dengan Visa Schengen. Ya intinya, gue mau supaya kelebihan materi itu bisa gue manfaatkan untuk meningkatkan kualitas diri gue sebagai perempuan. Setelah gue selesai membekali diri dengan kualitas dan ...

Dear, Me

San, tulisan ini sengaja dibuat sebagai pengingat untuk diri kamu. Diri kamu yang selalu dikurung oleh rasa takut. Meski begitu, aku tetap salut karena diri kamu selalu yakin sama pilihan kamu, segila apapun itu. Diri kamu nggak pernah mau nyerah sama keadaan. Dan yang lebih penting, diri kamu selalu percaya dengan maksud baik Tuhan dari segala hal pahit yang terjadi.  Sekarang, mungkin kamu masih belum menemukan titik terang tentang ke mana kamu akan membawa diri dan masa depan. Kamu masih nggak tau, harus milih jalan A atau B. Kamu masih bingung untuk lanjut di jalan yang sekarang lagi kamu jalanin atau pindah ke jalan baru yang lagi kamu usahakan. Semua itu emang nggak mudah, tapi aku tau kamu udah berusaha. Urusan hasilnya ... biar Tuhan aja yang tentuin. Dia lebih tau mana yang terbaik buat kamu.  San, aku tau kalau ketakutan terbesar kamu adalah tidak menjadi apa-apa di masa depan. Bahkan mungkin ketakutan itu semakin menjadi-jadi sekarang, ketika apa yang kamu jalani ng...