Pendidikan bagi wanita, khususnya di Indonesia,
sering kali dianggap remeh atau bahkan tidak penting oleh kalangan masyarakat. Indonesia udah merdeka berpuluh-puluh tahun, dan zaman semakin maju, tapi sayang, kemajuan itu tidak gue
rasakan pada manusianya. Terlihat dari masih nempelnya budaya patriarki yang
sangat melekat dan bisa dibilang sebagai suatu cara pandang sosial yang tidak
bisa dilepaskan dari setiap individunya. Agak sedih juga sih. Mengingat
Negara ini masih saja menyandang status sebagai negara berkembang yang nyaris
disebut negara miskin di dunia, tapi masih aja menganggap bahwa pendidikan
tidaklah penting.?! Banyaknya perombakan terhadap undang-undang juga peraturan
yang disahkan oleh parlemen baru, ternyata nggak lantas membuat perubahan yang begitu
signifikan ke arah yang lebih baik.
Balik lagi ke pendidikan. Menurut sumber yang gue baca; Women’s
Rights, 1 dari 4 perempuan di dunia tidak mendapatkan kesempatan belajar di
Sekolah Menengah Atas. Dan lagi, 1 dari 5 wanita berusia di bawah 18 tahun, sudah
dipaksa menikah. Hal ini tentu nggak lepas dari hangatnya budaya patriarki yang
dianut oleh banyak kalangan di dunia. ketidak seimbangan ini menyebabkan
berbagai dampak negatif terhadap kaum wanita. Seperti kekerasan dalam rumah
tangga, hingga pelecehan seksual terhadap remaja, atau bahkan anak-anak. Semua ini terjadi bukan lagi tanpa alasan,
tapi justru Karena cara pandang sosial yang buruk ( dan malah dipelihara ), yang masih menganggap bahwa wanita harus selalu di bawah laki-laki dalam berbagai
aspek.
Contohnya;
1.
“ Cewek tuh ya di rumah aja. Nggak usah kerja. Kalo cewek kerja, yang
ngerjain pekerjaan rumah siapa? “
Me; Ya
terus? Cewek nggak boleh ya punya karir bagus? Nggak boleh punya gaji? Gitu?
"2 “ Cewek ngapain sekolah tinggi-tinggi?
Ujungnya juga jadi IRT. Sayang biaya. “
Me; Jadi, maksud lo gue sebagai cewek
dirasa nggak layak gitu buat punya pendidikan tinggi? Gue kan pengen pinter,
biar nggak dibegoin. Dan yang lebih bikin gue heran adalah; Orang-orang di kita tuh lebih ngerasa sayang
kalo udah ngeluarin duit banyak untuk sekolah biar jadi orang berilmu, ketimbang
ngerasa rugi keluar duit banyak gara-gara dibegoin, saking begonya.
Gue sebagai cewek, ngerasa miris dengan semua ini. Apalagi
sama cara pandang ‘ginian.’ Patriarki yang selama ini seolah dijadikan sebagai
tolok ukur masyarakat terhadap kaum perempuan, ternyata memberi dampak yang
cukup merugikan. Para wanita di Indonesia, khususnya di beberapa wilayah
terpencil, membuktikan bahwa mereka menjadi bagian dari jalan keluar atas suatu
masalah perekonomian. Dengan banyaknya pernikahan anak di bawah umur yang masih
diberlakukan di beberapa daerah, ternyata wanita juga kerap dijadikan sebagai
sasaran empuk tindak kekerasan dalam rumah tangga.
Selain KDRT, gue selalu dibuat linu dengan kasus kekerasan seksual yang sering terjadi pada wanita. Selain mendapat perlakuan keji dari pelaku,
wanita yang menjadi korban pelecehan seksual juga sering menjadi bulan-bulanan
orang dengan berbagai respon negatif akibat kejahatan ini. Jika diperhatikan,
masyarakat di sekitar kita lebih sering mempertanyakan; baju apa yang kamu pakai? Ketimbang bertanya ke si pelaku; ngapain lo perkosa tuh cewek?. Lagi.
Wanita berada di posisi tersalahkan akibat suatu kejahatan yang sebenarnya
tidak ia inginkan. Kenapa masyarakat kita lebih peduli terhadap pakaian yang
dikenakan wanita, ketimbang menindaklanjuti si pelaku pelecehan? Rasanya udah jadi
hal lumrah untuk kembali menambah beban pikiran juga mental kepada wanita yang
menjadi korban. Tanpa adanya rasa ingin mencerna tentang tindakan seperti apa
yang harusnya diberikan, namun masyarakat kita lebih tertarik untuk mencampuri
suatu hal yang menjadi pilihan bagi individu lainnya ( cara berpakaian ).
Ketidak adilan terhadap wanita, tidak hanya terjadi
dalam lingkup pendidikan dan juga kesenjangan empati dalam hal kekerasan
seksual. Tapi juga dalam aspek Hak Asasi Manusia lainnya. Banyak bidang yang
memperkecil ruang lingkup pekerjaan terhadap perempuan. Alasannya cukup bikin
gue getek; tenaga pria jauh lebih besar
untuk dipake kerja. Kalau pekerjaan yang dimaksud adalah kuli bangunan yang
harus memikul beban secara fisik di pundak, wajar. Tapi kalau lingkungan
kerjaannya cukup nyaman ( kantor ), dan wanita masih bisa mengerjakan, kenapa
nggak?
Terlalu banyak pertimbangan yang mengatasnamakan
gender hanya karena tenaganya beda, terlalu
banyak juga orang yang bilang tentang karisma laki-laki yang jauh lebih cocok
untuk menduduki posisi pekerjaan A, ketimbang cewek yang katanya terlalu
ekstrim untuk memegang tanggung jawab besar di suatu perusahaan. Bilangnya sih;
itu bukan tugas cewek.
Ya Tuhan, kenapa sih manusia-manusia itu seksis banget?
Kebanyakan orang tua, nyuruh anak perempuannya untuk
cepet-cepetan nikah ( udah kayak balapan ) ketimbang mentingin pendidikan
tinggi. Kata mereka sih, supaya ada yang nanggung biaya hidup anaknya. Padahal
kalau laki-laki yang orang tuanya jodohin dengan anaknya sama-sama belum mapan,
atau mungkin jenjang pendidikannya 11 12 dengan ceweknya ( masih belum tuntas ),
ya bukan malah ngeringanin biaya. Biaya tetep aja jalan kalau cowoknya nggak
kerja, nambah-nambah pikiran juga.
Yah jadi ke mana-mana deh topiknya. Abis gemes gue tuh:') Ya udah sih, segitu aja tulisan gue tentang cewek. Sebenernya masih banyak yang pingin diomongin, tapi... ya udahlah
Let’s think of it! Education is the important thing.
Everyone has their own rights for it. Kill the patriarchy! And be strong, for
womens there. - Sekian dan 10q

Komentar
Posting Komentar